Jalan Ninja Ipul - Lemonade

Latest

Lemonade

Lemonade Pecandu buku(kamu)

Kamis, 11 Maret 2021

Jalan Ninja Ipul



Beberapa tahun lalu, saya diterima masuk kampus melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), atau juga sering disebut sebagai jalur undangan. Jalur ini menggunakan nilai rapor yang diunggah oleh pihak sekolah sebagai bahan pertimbangan seleksi. Semasa SMA, memang doa-doaku adalah agar nanti saat masuk perguruan tinggi bisa diterima melalui jalur undangan dan tidak repot-repot lagi mengikuti ujian dan hal-hal lain yang merepotkan jika tidak lolos. Allah mengabulkan hal tersebut. Namun manusia, selalu saja merasa kurang dan menginginkan lebih. Padahal Allah sudah memberikan yang terbaik. Hanya karena program studi yang didapat tidak cukup memuaskan, saya kira. Dan memang tidak ada yang bisa menebak bagaimana rencana Allah bagi hamba-hambanya.

Saat itu, pilihan pertamaku adalah Prodi Teknik Industri, lalu urutan kedua yaitu Teknik Sipil Unand, dan pilihan terakhir yaitu Sastra Indonesia Unja. Saya pikir pada saat itu saya memilih secara sadar prodi yang ketiga ini. Karena memang prodi lain tidak begitu membuat saya tertarik untuk memilihnya. Saya memasukkan prodi ini karena aturannya pada saat itu harus ada satu prodi pilihan  yang berada di provinsi domisili. Waktu memilih Prodi Sastra Indonesia, aku hanya melihat-lihat sekilas daftar jurusan tanpa berpikir panjang. Sempat mencari beberapa informasi juga, sih, mengenai Sastra Indonesia, dan saat memilih pun saya juga berdiskusi dengan kedua orang tua saya. Terlebih Sastra Indonesia Unja yang waktu itu masih berakreditasi C. Jadi memang ada beberapa pertimbangan saat memasukkan Sastra Indonesia dalam pilihan. Sadar dan tidak sadar sebenarnya. Wkwk. Saya juga sempat berceletuk, “Ga akan lulus juga kayanya, Pa.”

Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, hanya Sastra Indonesia yang tidak ada hitung-hitungannya (yang pada akhirnya saya ketahui juga kalau tetap ada bagiannya yang berisi rumus dan hitungan). Ketika pengumuman SNMPTN, saya sudah merasa bahwa saya akan lulus jalur ini, namun dengan prodi yang tidak terlalu aku inginkan. Saya juga tidak mengerti kenapa saya ngebet sekali untuk berkuliah di program studi yang berkaitan dengan hitung-hitungan. Padahal saat SMA saya sama sekali tidak menyukai hitung-hitungan. Soal-soal yang berkaitan dengan angka hanya akan membuat kepala saya sakit dan panas, hingga sekarang. Sebenarnya sudah sejak lama saya menetapkan dan memantapkan diri bahwa saya tidak ingin berkutat dengan hitung-hitungan. Hahaha. Tapi kok ya bisa-bisanya pada saat-saat akhir malah memilih prodi yang isinya hitung-hitungan. Zzz.

Benar saja perkiraan saya. Saya lulus SNMPTN dengan urutan prodi ketiga, Satra Indonesia. Sejak awal saya sudah merasa akan diterima pada prodi ini, karena dikabarkan bahwa putra daerah memiliki potensi besar untuk diterima di universitas yang sama dengan domisili pendaftar. Namun persentasinya adalah yang menaruh urutan kampus domisili tersebut pada nomor pertama. Saya sempat was-was kalau-kalau saya diterima di Unja. Namun saya meyakinkan diri bahwa Unja akan menolak saya karena saya tidak memprioritaskannya. Iya, saya menaruh Unja pada urutan ketiga. Wkwk. Tapi perkiraan saya saat itu salah. Unja tetap menerima saya melalui jalur undangan. Azzz. Sempat kesal, marah, dan ga terima. Haduh. Ga ada bersyukurnya. Wkwk. Astaghfirullah. Namun kalau diperhatikan, nilai bahasa dari kelas 1-3 SMA ga pernah dibawah 80. Jadi ya wajar saja kalau diterima di prodi Sastra Indonesia ini.

Oh. Dulu juga saya tidak ada keinginan sedikit pun untuk kuliah di Unja. Bahkan saya sempat menghardik. Wkwk. Memang sudah salah sejak dari doa yang selalu dipanjatkan, permintaan yang diinginkan, dan perkataan yang sering diulang-ulang. Benar sekali kalau perkataan itu adalah doa. The power of kata-kata.  Bisa-bisanya mengatakan tidak ingin kuliah di Unja. Wkwk. Nyatanya Allah malah memberi dan menghadirkan Unja sebagai kampus dan tempat saya berproses. Hahaha. Kita menganggap suatu hal itu tidak baik, padahal kita tidak tahu sama sekali. Allah Maha Tahu atas segala sesuatu. Astaghfirullah.

Karena masih ga terima dengan hasil SNMPTN tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Jalur ini menerapkan biaya pendaftran dan yang mendaftar harus mengikuti rangkaian ujian TPA dan sejenisnya untuk masuk Kampus Impian. Masih belum kapok, saya memilih program studi yang masih berkaitan dengan hitung-hitungan. Semuanya. Urutan pertama Teknik Sipil Unand, Teknik Sipil UNP, dan Teknik Pertanian Unja. Ada-ada saja, Maemunah. Zzz.

Alhamdulillahnya, di hari yang sama, saat ujian berkangsung, yang juga merupakan hari terakhir pendaftaran ulang mahasiswa yang lolos SNMPTN. Wkwk. Ya, sekali mendayung dua tiga pulau terlampauilah. Ujian SBMPTN, iya. Daftar ulang SNMPTN juga, iya. Sampai pada hari pengumuman, yang isinya menyatakan kalo aku ga diterima. Wkakak. Akhirnya putus asa buat ikut ujian yang lain dan memilih SNMPTN saja. Sok-sokan, sih. Udah jelas-jelas ga pinter-pinter banget dalam perkara seleksi begini, masih aja ngotot. Wkwk. Emang jalur Allah adalah yang paling mantep. Jalur langit, bebas hambatan. Lurus dan plong.

Kalau diingat-ingat, lucu juga. Banyak-banyak beristighfar karena terlalu sering takabur dengan perkataan sendiri. Padahal Allah tidak menyukai perbuatan tersebut. Setelah kejadian itu, saya jadi berpikir kembali jika ingin membenci dan menghardik suatu hal. Karena bisa saja nanti Allah datangkan hal tersebut ke hadapanku. Ya Allaah. Engkau Maha Tahu atas segalanya. Hamba berserah diri atas semua ketetapanmu.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar